Minggu, 21 Desember 2008

adakah "orisinalitas" di cyberia?

Konon, segala sesuatu berasal dari sesuatu. sebuah orisinalitas. dan sebuah orisinalitas berkilauan orisinalitasnya oleh pendalaman. seperti sebuah kolam, sebuah lubuk sungai mungkin, kedalaman menandakan bahwa ada sesuatu yang dikandung, bisa ditemukan, dalam sebuah orisinalitas dimaksud. di kolam, atau lubuk sungai, mungkin banyak ikannya. mungkin juga ada mayat penyair wiji thukul di sana sementara pada sebuah orisinalitas, pendalaman/kedalaman mengisyaratkan terdapatnya "makna" yang wah. yang ok's bang-get. dan mesti diingat, sebuah orisinalitas tidak diciptakan dengan mudah, dengan seenak udelmu aja. sebuah orisinalitas memerlukan ritual darah, pembaptisan dalam api dan airmata. sebuah aku ini binatang jalang dari kumpulannya terbuang. sebuah filsafat eksistensialisme yang penuh dengan nausea samadhi bulan di atas daun lotus. ning. om.


lalu, kini, saat ini, di cyberia yang punya hari siang lebih daripada 24 jam ini, di mana malam begitu pendek, white nights walau terkotak-kotak dalam segi empat ruang warnet yang penuh pecahan meteor garden, terdengar teguran, sayup-sayup sampai dari masa lampau yang radio transistor. kenapa segala sesuatu mesti diphotocopy, tidak adakah lagi yang mampu menyalin, seperti para empu dulu menyalin epik mahabharata yang panjang itu, berbulan-bulan purnama, bergerhana-gerhana matahari? kini, saat ini, speed telah jadi tuhan kehidupan, bukan lagi alon-alon asal kelakon, nyampe di alun-alun keraton. photo
copy! fetishisme bayangan! tak ada lagi penghormatan pada nenek moyang. tak ada lagi orisinalitas! ini karena darah, api dan airmata sudah kehilangan simbolismenya. sudah cuma jadi sekedar tanda, yang split-personality pada dirinya. schizofrenia. sybilisme. repro telah melecehkan pro, melecehkan orisinalitas. retro telah menggantikan penciptaan kanon baru, borobudur baru. tak ada lagi manusia, cuma cyborg. separoh freud, separoh pinokio. presesi simulakra manusia. tidak perlu lagi menulis surat cinta di atas kertas warna merah muda,
kirim aja e-cards! atau sms! ada kalimatnya, ada gambarnya, malah ada
musiknya lagi! apik tenan, wes ewes ewes, bablas pak posnya.

orisinalitas adalah sebuah konsep fascis. dan rasis. kemurnian diri, the purity of the race, adalah sebuah utopia yang diciptakan untuk menghadirkan kematian, bagi the self, dan juga bagi the other. orisinalitas adalah sebuah kebohongan, dibungkus dengan kebohongan lain. ritual darah, api dan airmata adalah kebohongan yang disodorkan oleh para fascis sadomasochis. kebohongan tentang orisinalitas telah menciptakan feodalisme budaya, feodalisme pemikiran dan feodalisme penindasan. kasta dan kelas sosial adalah bukti bahwa orisinalitas itu adalah kebohongan sistematis, kejahatan struktural. kaum modernis mengklaim sebuah style sebagai sebuah orisinalitas, maka segala sesuatu yang tidak punya style mesti disingkirkan, dikucilkan, dimampuskan. dimassakan. dipopkan. jadi popcorn, dimakan berbunyi pop! hanya simulasi rasa jagung teringat oleh memori lidah. style menyatakan,"yang bukan penyair tidak ambil bagian"! jadilah kau terkutuk, jadilah penyair sekedar! orisinalitas mendirikan benteng-benteng kraton di jogja dan solo. dan tembok cina. tetaplah kau diluar segala sesuatu yang asing dan liar. segala sesuatu yang mengancam. yang membongkar kebohongan. orisinalitas telah melahirkan psikoanalisis, kerna rumah sakit hanya mampu merawat populisme, bukan elitisme.

sebuah lukisan dibaca oleh sebuah, atau dua buah, atau berbuah-buah puisi maka tidak orisinalkah puisi itu? apakah puisi itutidak "memakai" lukisan itu hanya sebagai bahan baku untuk membuat bakmi airmata, atau pangsit cinta, atau malah sangsang heroik pahlawan tak dikenal? dari manakah, sebenarnya, sebuah puisi mesti membeli bahan baku masakannya? dari samadhi keheningan tengah malam di pucuk wuwungan rumah pak lurah kah? atau di atas daun jengkol di kuburan umum di pinggir kota? dari wangi alkohol dan tembakau yang bersenggama di sekeliling botol bir kosong? dari tuhan?

sebuah teks bernama "hamlet" ternyata kampungnya bukan di jenius kepala botak shakespeare, tapi dari sabrang lor, dari dongeng denmark. begitu juga dengan "macbeth" dan "julius caesar". sebelum goethe, marlowe dari inggris sudah ratusan tahun menulis drama "faustus". siapakah orisinalitas di sini? tidak orisinalitas kah baratayudha dan ramayana jawa, karena ada mahabharata dan ramayana india ?

dan versi mana yang punya kedalaman? nilai-nilai adiluhung?

sebuah teks adalah orisinalitas itu sendiri. orisinalitas yang tidak orisinalitas. sebuah teks adalah anak kawin silang teks-teks lain. teks-teks lain adalah anak kawin silang teks-teks lain. dan seterusnya. mempertanyakan orisinalitas adalah mempertanyakan silsilah "ayam/telur dan telur/ayam". dan kedalaman tak ada hubungannya dengan orisinalitas! kedalaman adalah anak kawin silang kedalaman-kedalaman lain.

sebuah puisi digital yang mempuisikan sebuah lukisan, atau sebuah musik, atau sebuah foto dan mengikutsertakan lukisan, musik atau fotoitu dalam kehadirannya di monitor sebuah komputer adalah sebuah orisinalitas yang tidak orisinalitas. sebuah lukisan yang dipuisikan oleh sebuah puisi adalah sebuah orisinalitas yang tidak orisinalitas. sebuah musik pun begitu. sebuah foto pun. imaji bentuk, kelebat sapuan kuas, cahaya warna adalah sebuah peristiwa mimesis, yang diterjemahkan ke dalam sebuah bentuk lain tapi tetap masih mimetik. makanya bisa dikenali, bisa dinikmati, bisa dibeli.

orisinalitas adalah sebuah kebohongan dari sebuah ketakjujuran. sebuah ketidakadilan. sebuah mitos yang terlanjur percaya bahwa dia adalah realitas. sebuah tahyul.

budaya konsumer bukanlah budaya parodi, karena tidak ada yang sedang diketawai. sebuah parodi adalah sebuah srimulat atas "oedipus rex" bengkel teater. sebuah pastiche memakan parodi dan yang diparodi. budaya konsumer adalah budaya pastiche yang tidak melihat ada apa(apa) dengan ketawa, meski ketawa tuhan sekalipun. mcdonald's adalah sebuah pastiche rumah makan padang, bukan parodinya. orisinalitas budaya konsumer adalah konsumerismenya. orisinalitas budaya feodal adalah bakul jamunya. budaya konsumer adalah juga budaya produktif, budaya para produsen yang tidak lagi hanya memikirkan kepentingan para priyayi, para elit, para kepala suku, tapi kepentingan konsumen. mereka yang membeli karena punya duit untuk membeli, termasuk membeli dengan kredit. tidak membeli dengan sejarah silsilah, atau karat di
keris pusaka.

sebuah puisi digital bukanlah sebuah puisi sekali-cetak-tetap-begitu- selamanya seperti yang ada di koran atau buku. sebuah puisi digital bisa dibuat sama seperti yang di koran atau buku, tapi tidak hanya itu saja. sebuah puisi digital bisa dibuat menyalahi grammar membaca konvensional dengan manipulasi ukuran, jenis, dan warna font teks, dengan manipulasi visual lain memakai gambar atau bayangan teks tulisan yang ada, dengan manipulasi bunyi dan musik, atau ketiganya. karena sifat khas digital inilah maka puisi digital tidak bisa sekedar dibaca seperti membaca terjemahan kahlil gibran itu! sebuah lukisan kolase pun masih cukup sederhana kalau dibandingkan dengan sebuah puisi digital karena sebuah puisi digital bisa dibuat untuk bergerak semua elemennya di monitor komputer, tuan sejarawan yang terhormat. dan jangan menyangka bahwa puisi digital itu cuma yang bisa dibuat oleh power points saja. kegagapan teknologi semestinya membuat seseorang tidak sok pintar, apalagi patronising. kemana perginya kerendahan hati yang konon dimiliki oleh mereka yang hidup dalam dunia seni! sebagai sejarawan anda mungkin telah pernah melihat
perubahan-perubahan pada bentuk dan isi dari apa itu yang disebut sebagai sastra. kalau anda lupa, baiklah saya refresh memori anda. dulu ada pantun dengan bentuk persajakannya yang sangat ketat, seketat rumus fisika einstein malah! chairil anwar memperkenalkan bentuk sajak bebas dengan isi yang ternyata lebih menawan daripada yang sanggup ditawarkan amir hamzah. lalu rendra dengan blues untuk bonie memperpanjang nafas kalimat puisi indonesia. oleh si tukang mantra dari riau sana, apa yang sudah dikerjakan rendra itu dilibas
sampai tinggal cuman... pukimaknya saja! dari puing-puing amuk kucing
pukimak yang mengiau di kertas penuh sinar harapan keluar seorang sintong, seorang bocah ajaib yang seperti adam seneng banget menamai benda-benda domestik dengan nama-nama mereka sendiri, seolah-olah mereka itu tidak punya nama sebelumnya! genealogi puisi indonesia secara sintak bisa dilihat dari perspektif demikian. bisa juga dilihat dari medium publikasinya, majalah kecil, stensilan, koran, radio sampai internet. dan tentu saja, medium yang dipilih, walau tidak mesti, akan bisa mempengaruhi tampilan visual puisi yang
ditulis. ya, bapak, puisi itu masih tetap ditulis meski sebenarnya
diketik. mesin tik jugakan menghasilkan "tulisan" yang diketik, bukan? dan semuanya disebut "tulisan" walau tidak semuanya ditulis halus-kasar pakai pensil atau bolpoin. selama ada "tulisan" maka akan adalah puisi. yang penting adalah, sudah samakah pengertian kita akan makna "tulisan", bapak sejarawan sastra yang terhormat?


1 komentar:

  1. Aduhhhh....artikelmu bikin aku syok!, belum pernah kubaca tulisan seperti ini....berapi-api penuh dengan luapan emosi yang puitis tapi kok filosofis banget ya....?
    btw...bagiku, orisinalitas tampak pada bayi-bayi yang tertidur nyaman di teteki ibunya dan bisa juga pada perempuan yang baru bangun dari tidur lelap.

    BalasHapus